Sampel DNA 67 Keluarga Sudah Diambil

 

Kombes Pol Budi mengatakan, saat ini tim tengah melakukan pemeriksaan antemortem yakni mencocokan jenazah dengan data yang sudah masuk, dan diteruskan dengan tahapan identifikasi lainnya.

Hingga kini dari 155 penumpang, sebanyak 150 data antemortem sudah lengkap. Sebanyak 67 anggota keluarga atau lebih separuh pun sudah diambil sampel DNA untuk dicocokkan dengan DNA jenazah korban.

Ketua DVI Polda Jatim, Komisaris Besar Polisi dr Budiyono, menyebut timnya terus mengumpulkan data pribadi penumpang yang berisi nama, alamat, tanggal lahir, ciri-ciri korban, penyakit, dokter yang merawat, teman dekat, serta ciri-ciri khusus korban seperti besar dan kecilnya gigi, tahi lalat, jenis ambut dan berbagai hal yang menunjukan profil korban.

"Yang paling penting adalah sampel darah dan itu sudah dilakukan sejak kemarin," katanya.

Sampel darah diambil dari keluaga yang merupakan garis keturunan vertikal. Jika korbannya orang tua, yang akan diambil sampel darahnya adalah anaknya. Jika yang menjadi korban adalah anak, yang akan diambil darahnya adalah orang tuanya. Itu untuk memastikan masih ada kesamaan darah.

 

Hasil Identifikasi 2 Jenazah Mulai Dicocokkan Antemortem Keluarga

Tim DVI Polri sudah selesai melakukan identifikasi terhadap dua jenazah yang diduga korban pesawat AirAsia QZ8501. Namun begitu, Kepala Tim DVI Polda Jatim Kombes Pol Budiono belum bisa memastikan apakah dua jenazah berjenis kelamin laki-laki dan perembuan tersebut adalah penumpang atau kru dari pesawat AirAsia QZ 8501 yang hilang kontak sejak Minggu lalu (28/12).

Kamis (1/1), Tim DVI bersama semua tim akan melakukan rapat pertemuan guna membandingkan atau menyesuaikan hasil identifikasi dengan antemortem keluarga yang sudah dikumpulkan.

"Akan ada rapat jam 9 pagi," kata Budiono dalam jumpa pers di Surabaya sesaat lalu (Rabu, 31/12).

Dalam melakukan identifikasi di RS Bhayangkara Suarabaya, tim DVI menurunkan 15 tim dokter ahli dari Ante Mortem (data semasa Hidup), Post Mortem (ahli properti), Antropomertri (ahli DNA) dan Odontologi (ahli Forensik tulang).

Sampai petang tadi, baru 7 jenazah yang berhasil divakuasi, 2 diantaranya sudah diterbangkan ke Surabaya untuk diidentifikasi. Sementara akibat cuaca buruk, 5 jenazah masih terkatung-katung di perairan Teluk Kumai, Pangkalang Bun, Kalimantan Tengah. 1 jenazah di KRI Bung Tomo, 2 di KRI Yos Sudarso, 1 di KRI Sultan Hasanuddin, dan 1 di Kapal Diraja Lekiu milik Malaysia.

 

Posko Crisis Center Pindah ke RS Bhayangkara

SURABAYA -  Pos Komando Crisis Centre AirAsia Q8501 yang selama tiga hari terakhir berada di Terminal 2 Bandara Juanda resmi dipindahkan ke Rumah Sakit Bhayangkara Surabaya, Jawa Timur.

"Serah terima sudah dilakukan sore ini (Rabu, 31/12)) dan praktis mulai sore ini dan keluarga korban akan berada di sana untuk memberikan koordinasi terkait dengan proses evakuasi," kata Direktur Utama Angkasa Pura Tommy Soetomo dalam keterangannya di Sidoarjo.

Sementara itu, Presiden Direktur Indonesia AirAsia Sunu Widiatmoko mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih terfokus untuk melakukan proses evakuasi terhadap penumpang.

"Kami akan terus melakukan bantuan pendampingan dan pelayanan kepada keluarga penumpang sampai korban terakhir dievakuasi," katanya.

 

Pengakuan Pilot, Langit Asia Tenggara Bikin Stres

Langit Asia Tenggara bikin pilot stres. Sistem pengawasan lalu lintas udara (ATC) yang sudah ketinggalan zaman kian menambah tekanan. Para pilot jadi kerap 'dipaksa' mengambil langkah-langkah berisiko pada situasi-situasi genting seperti yang mungkin dihadapi dua pilot AirAsia QZ8501.

Pilot-pilot yang menerbangi rute Indonesia – Singapura mengaku adalah tidak aneh menangguhkan permintaan untuk menaikkan ketinggian terbang guna menghindari cuaca buruk, dan permintaan itu ditolak ATC karena ada pesawat lain yang terbang di area yang sama.

Situasi itu membuat pilot yang menerbangi wilayah dengan kondisi cuaca tidak stabil itu membuatnya menghadapi tantangan berisiko tinggi; ketika mereka harus memikul semua beban di pundaknya dan mengumumkan keadaan darurat yang membuat mereka mengambil langkah tanpa mendapat izin dari ATC.

Langkah yang menuntut para pilot memberitahukan panggilan jalur lebar (wideband) kepada pesawat lain di area tersebut yang lalu diselidiki pihak regulator tersebut adalah pilihan terakhir yang harus diambil.

"Sebagai seorang pilot profesional, Anda wajib berpikir cepat," kata seorang pilot Qantas Airways yang berpengalaman selama 25 tahun di wilayah ini kepada Reuters.

"Jika Anda dikontrak untuk menerbangkan sebuah pesawat, sebagaimana kami lakukan, Anda berarti dikontrak demi nyawa 300-an penumpang dan jutaan dolar AS harga pesawat itu; itu tanggung jawab (bernilai) miliaran dolar AS. Bagian dari tugas pilot adalah menyeimbangkan risiko dengan keputusan yang cepat."

Beban risiko itu menjadi semakin sulit di Asia Tenggara yang adalah wilayah berpertumbuhan eksplosif pada perjalanan udara berbiaya murah dalam beberapa tahun terakhir.

Jumlah penumpang yang diangkut setiap tahun di seluruh penjuru Asia Pasifik melonjak dua pertiga dalam lima tahun terakhir menjadi lebih dari 1 miliar penumpang, demikian data Pusat Penerbangan Asia Pasifik (CAPA).

Maskapai-maskapai berbiaya murah yang baru mengangkasa belasan tahun lalu, kini menguasai 60 persen kapasitas kursi Asia Tenggara. AirAsia dan maskapai Indonesia, Lion Air, bahkan mencatatkan diri sebagai pemesan terbesar bagi para raksasa pembuat pesawat.

Boeing memprediksi bahwa maskapai-maskapai di kawasan ini akan membutuhkan sekitar 13.000 pesawat baru untuk dua dekade mendatang, sedangkan Airbus menaksir Asia Pasifik akan menjadi pendorong bagi meningkatnya permintaan pesawat buatan mereka selama priode itu.

 

Pengakuan Pilot, Rute Indonesia-Singapura Jadi Mimpi Buruk

Selain karena kondisi cuaca yang tidak stabil di langit Asia Tenggara yang membuat stres, para pilot juga dikhawatirkan dengan Sistem pengawasan lalu lintas udara (ATC) yang sudah ketinggalan zaman. Apalagi ditugasi menerbangkan pesawat rute Indonesia – Singapura. Salah satu buktinya adalah insiden AirAsia QZ8501 yang dinyatakan hilang sejak Minggu (28/12).

"Ada koridor-koridor penerbangan tertentu yang sudah kelewat menekan karena sibuknya lalu lintas terbang," kata seorang mantan pilot Singapore Airlines (SIA) yang berpengalaman selama satu dekade bersama maskapai Singapura ini.

"Salah satu dari koridor itu adalah pastinya rute Indonesia – Singapura yang dioperasikan oleh banyak perusahaan dan tipe pesawat dengan jenis ketinggian dan kecepatan berbeda-beda."

Para pilot menyebut situasi itu telah menghadirkan mimpi buruk  bagi ATC-ATC di Asia Tenggara, khususnya di luar bandara-bandara supercanggih seperti Singapura.

"Karena maskapai-maskapai semakin berjubel, maka ATC menjadi lebih lama berkoordinasi dan dalam memberikan izin untuk hal-hal seperti permintaan menaikkan ketinggian terbang dan penghindaran cuaca (buruk)," kata mantan pilot SIA itu.

Ini bisa menjadi sangat genting bagi kawasan di mana kondisi cuaca bisa berubah dengan sangat cepat, saat angin kencang dan badai petir tropis menghadirkan tantangan berat yang mesti dihadapi para pilot setiap waktu.

Sirkumtansi di seputar jatuhnya AirAsia QZ8501 belumlah diketahui, namun para penyelidik dan bos AirAsia Tony Fernandes sudah telanjur menyalahkan kondisi cuaca yang berubah cepat adalah faktor utama kecelakaan.

Asosiasi Maskapai Asia Pasifik (AAPA) mengatakan bulan lalu bahwa saat maskapai-maskapai ramai-ramai berinvetasi besar-besaran pada pesawat-pesawat hemat bahan bakar demi mengatasi meningkatnya beban operasional, ada keperihatinan yang terus meningkat mengenai perlunya juga berinvestasi pada infrastruktur terkait seperti terminal bandara, landas pacu dan layanan navigasi udara.

 

Pengakuan Pilot: Peralatan Usang, Andalkan Laporan Radio

Demi mempertahankan pesawat tetap menerbangi koridor penerbangan pada jarak yang aman satu sama lain, ATC di Indonesia memberlakukan pemisahan prosedur dengan memanfaatkan laporan radio dari para pilot untuk menghitung posisi satu pesawat relatif terhadap posisi pesawat lainnya.

Prosedur itu menghabiskan waktu lebih lama ketimbang menggunakan radar canggih yang dioperasikan Singapura dan di mana pun di dunia, yang memungkinkan petugas ATC bisa dengan cepat memanfaatkan data radar yang dikirim balik dari semua pesawat yang berada di area terbang.

Kurangnya perlengkapan terkini dan kondisi cuaca yang tidak stabil ini pernah dikeluhkan para pilot dan pakar penerbangan ketika Boeing 737 Lion Air jatuh pada 2013 di Bali. Saat itu pilot melaporkan bahwa pesawatnya telah ditarik angin ke bawah ke laut yang jaraknya beberapa meter dari landas pacu.

Itu dianggap contoh klasik dari geseran angin yang adalah perubahan tiba-tiba pada kecepatan dan arah angin. Bandara-bandara di pulau-pulau terkenal di Asia Tenggara seperti Bali, Koh Samui, Langkawi dan Cebu, tidak memiliki perangkat pendeteksi geseran angin di darat yang sebenarnya membantu pilot saat mendarat dan tinggal landas.

Para pilot mengaku keputusan-keputusan sulit kerap muncul dari pengalaman.

"Menurut saya, jika saya tak mendapatkan izin (mengubah arah terbang) dan saat bersamaan ada cuaca buruk di depan, saya akan menyampingkan saja pesawat itu, baru setelahnya berurusan dengan pihak berwenang," kata seorang mantan pilot SIA lainnya yang kini menjadi pilot pada maskapai Gulf.

 

Insiden AirAsia QZ8501 Jadi Candaan, Basarnas Keluarkan Peringatan

Rakyat Indonesia saat ini sedang berduka, terutama para keluarga penumpang AirAsia  QZ8501 yang hilang kontak Minggu pagi lalu dalam perjalanan dari Surabaya menuju Singapura.

Namun sangat disayangkan di tengah suasana duka dan keseriuan Badan SAR Nasional mengevakuasi korban dari perairan di sekitar Pangkalan Bun, malah ada yang menjadikan insiden tersebut menjadi bahan candaan.

Tak heran kalau Basarnas geram. "Kami harapkan kpd para pengguna sosmed untuk Tidak menjadikan bahan candaan musibah AA #QZ8501seperti INI!" begitu peringatan dari Basarnas yang disampaikan lewat akun Twitter @SAR_NASIONAL Rabu (31/12) malam.

Pengguna sosmed yang dimaksud Basarnas tersebut adalah @ybbobikon dan @KHanbin199_. Dalam percakapan kedua akun Twitter itu, @ybbikon bertanya kepada @KHanbin199_ apakah @SMinho199_ nyemplung ke laut.

Lalu dijawab,"Wah ada korban AirAsia."  @ybbobikon lalu menimpali,"tulung, korban nih, korban ke 8. @KHanbin199_membalas lagi,"panggil basarnas..."

Namun sesaat lalu, Basarnas mengungkapkan,"Persoalan tentang candaan yg kami tegur itu sdh selesai, semoga musibah AA #QZ8501 atau musibah apapun tidak dijadikan lg bahan candaan Tks."

 

Awas, Petir dan Awan Cumulonimbus di Area Pencarian

JAKARTA - Proses evakuasi korban jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 di Selat Karimata dan Laut Jawa tiga hari ke depan bakal terkendala cuaca. Prakiraan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, di lokasi pencarian korban masih akan diguyur hujan lebat dan gelombang tinggi.

Dalam foto prakiraan tinggi gelombang hari ini (1/1), di sepanjang selat Karimata hingga Laut Jawa tinggi gelombang mencapai 3 meter. Sedangkan untuk curah hujan di titik yang sama, diperkirakan hujan lebat disertai petir.

Selain itu, di selat Karimata hingga Laut Jawa diperkirakan masih ada pembentukan awan Cumulonimbus (Cb).

Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan dan Maritim BMKG Syamsul Huda mengatakan, tingginya gelombang dan hujan lebat serta petir di area evakuasi korban AirAsia disebabkan karena badai Tropical Cyclone (siklon tropis) yang ada di Filipina.

Adanya Tropical Cyclone itu merupakan fenomena alam di daerah utara garis khatulistiwa. Badai itu akan berangsur bergerak ke arah barat dan utara.

Syamsul menceritakan dampak dari sapuan badai di Filipina itu, angin di wilayah pencarian korban AirAsia mencapai 30-35 knot (63 km/jam). Tiupan angin yang kencang itu, mengakibatkan gelombang mencapai 3 meter.

"Gelombang 3 meter sudah masuk kategori rawan untuk aktivitas pelayaran. Normalnya 1-2 meter saja," jelas dia.

Sementara soal hujan, Syamsul mengatakan situasinya cukup unik. Dia mengatakan terjadi siklus pembentukan awan hujan yang terus menerus. Yakni mulai dari fase pembentukan awan, awan dewasa, hingga awan mati (hujan), terjadi terus menerus. Hujan lebat rutin terjadi antara pukul 07.00"10.00.

Pembentukan awan hujan itu unik, karena umumnya setelah awan mati, butuh waktu lama untuk pembentukan awan muda hingga awan dewasa. Menurut Syamsul, pembentukan awan hujan yang terus menerus itu disebabkan karena pasokan uap air dari laut Tiongkok selatan yang sangat melimpah.

Pasokan itu terjadi karena di laut Tiongkok selatan mengalami kelembaban yang tinggi. 

 

Inilah Kerja Keras Tim Pencari AirAsia QZ 8501 di Lautan

TELUK KUMAI - Munculnya titik terang pencarian pesawat AirAsia QZ 8501 tidak lantas membuat proses selanjutnya lebih mudah. Hambatan mulai bermunculan, terutama faktor cuaca.

Memasuki hari keempat pencarian kemarin, Basarnas membatalkan rencana penyelaman di area penemuan jenazah karena cuaca buruk.

Sejak pagi, di kawasan Teluk Kumai Kalteng turun hujan. KN 224 SAR yang ditumpangi Jawa Pos sempat menunda keberangkatan hingga cuaca di sekitar pelabuhan Teluk Kumai membaik, sebelum akhirnya memutuskan berangkat ke titik pencarian pukul 09.15. Belum lama lepas dari Teluk Kumai, kondisi cuaca makin buruk.

Hujan deras disertai angin kencang menerjang kawasan yang dilalui KN 224 SAR. Pengamatan Jawa Pos, jarak pandang kurang dari 50 meter. Sementara, kapten kapal sempat menyebut tinggi ombak mencapai tiga meter dan kecepatan angin mencapai 20-30 knot.

Berulang kali kapal KN 224 SAR diempas ombak, sehingga juru mudi harus berjibaku mempertahankan arah dan keseimbangan.

Sementara, para penumpang berupaya bertahan di kursinya masing-masing. Hanya sedikit yang berani beranjak, dan harus tetap berpegangan apabila tidak ingin terpelanting.

Dalam kondisi tersebut, Kapten Kapal KN 224 Ahmad memutuskan untuk kembali ke Teluk Kumai. Kondisi cuaca tersebut dia nilai membahayakan nyawa para penumpang apabila nekat meneruskan perjalanan. Cobaan belum usai.

Begitu kapal berhasil putar balik, terjadi blackout (genset atau listrik mati). Beruntung, KN 224 SAR memiliki genset cadangan, sehingga tidak lama kemudian kondisi kembali normal. Perlahan namun pasti, kapal bergerak menjauhi badai menuju teluk Kumai.

Sekitar pukul 11.00, KN 224 SAR akhirnya berhasil tiba di pelabuhan Panglima Utar, Kumai. Cuaca di sekitar teluk gerimis, namun semua penumpang bernapas lega karena berhasil lepas dari badai.

Sorenya, KM 224 SAR memutuskan kembali ke tengah laut. Kali ini yang dituju bukan lokasi pencarian, melainkan lokasi KRI Banda Aceh lego jangkar. KN 224 SAR mengantar 59 penyelam dari Basarnas dan TNI-AL yang akan menyelam dari KRI Banda Aceh.

Mereka terdiri dari tim Basarnas Special Group (BSG) sejumlah 12 orang, Penyelam TNI-AL (12), Kopaska (14), Denjaka (14), dan Taifib (7).

Ratusan kilogram peralatan selam dinaikkan ke kapal berukuran 40x7 meter itu hingga memenuhi buritan. Mulai tabung oksigen, peralatan selam standard, wetsuit, alat komunikasi bawah air, peralatan Remote Operated Underwater Vehicle (ROV), hingga perahu rakitan.

Komandan Kompi BSG Charles Batlajery menjelaskan, pihaknya bersama TNI sudah siap untuk menyelam. Hanya saja, sampai kemarin sore belum ada koordinat pasti di mana mereka akan menyelam.

Sebab, lokasi bangkai pesawat sendiri hingga saaT ini belum bisa dipastikan. Sehingga belum bisa diperkirakan apakah masih ada penumpang yang terjebak di dalam pesawat tersebut

Disinggung mengenai prosedur evakuasi korban dari dalam pesawat, Charles menyebutkan beberapa opsi. Seluruhnya harus didahului oleh kepastian lokasi dan kedalaman peaawat berada. Di situlah ROV berperan. Apabila posisi pesawat belum bisa dipastikan, maka pencarian akan seperti mencari jarum di tumpukan jerami.

Hal senada juga disampaikan pilot ROV dari Ikatan Surveyor Indonesia dan Asosiasi Kontraktor Surveyor Laut Indonesia Sari Darmarani. Menurut dia, fungsi ROV lebih pada untuk menyurvei sebuah area tertentu untuk memastikan keberadaan sebuah objek.

Apabila sesuai dengan gambaran awal, dia langsung melapor ke otoritas setempat untuk diidentifikasi apakah benar objek tersebut yang dimaksud. "Kami hanya menyurvei, keputusan tetap di Basarnas," ujarnya saat dikonfirmasi kemarin.

Untuk opsi pertama, posisi pesawat sudah dipastikan beserta kedalamannya. Apabila masih dalam batas toleransi, maka akan dilakukan penyelaman. "Kami memakai standard US Navy, yakni maksimal 40 meter," tuturnya. Lebih dalam dari itu, penyelam berpotensi mengalami dekompresi, bahkan tewas.

Setelah sampai di bangkai pesawat, penyelam akan mencari celah untuk masuk. Apabila di dalam masih banyak yang terjebak, penyelam punya dua opsi. Pertama, mengeluarkan jenazah-jenazah itu dari pesawat dan membiarkannya naik ke atas sampai terapung.

Atau bisa juga penyelam mengeluarkan satu persatu jenazah dan membawanya ke permukaan.

Charles menuturkan, penyelam tidak boleh menyelam dua kali di kedalaman yang sama secara simultan. Bila nekat, dia berpotensi terkena dekompresi dan nyawanya sendiri bisa terancam.

Opsi kedua, mengapungkan pesawat tersebut menggunakan sling dan kapal yang memiliki crane. Opsi terakhir adalah meminjam submersible vehicle (kapal selam mini tanpa awak) milik Amerika Serikat atau Inggris (selengkapnya lihat grafis). "Opsi-opai ini akan kami bicarakan terlebih dahulu dengan tim lain," ucapnya.

Sementara itu, hingga berita ini ditulis pukul 21.00, KN 224 SAR belum berhasil merapat ke KRI Banda Aceh untuk memindahkan para penyelam. Sebab, cuaca di tengah laut masih buruk.

"Kami masih menunggu perintah lanjutan, apakah tetap diupayakan transfer atau ada instruksi lain," tambah Kapten KN 224 SAR Ahmad. Apabila semalam bisa ditransfer, maka pagi ini KRI Banda Aceh bisa berlayar menuju titik penyelaman.

 

Sumber : jpnn.com

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *