Komnas HAM Apresiasi Praktik Baik Pemkab Wonosobo

Wonosobo memiliki kekuatan sosial berupa harmoni dalam keberagaman dan semangat toleransi yang kuat dan mengakar turun-temurun. Nilai-nilai ini tercermin nyata dalam kehidupan masyarakat, seperti di desa Buntu, Kapencar, Tanjunganom Kepil, Kadipaten, Jonggolsari, dan Butuh. Desa tersebut, menjadi teladan sebagai Desa Toleran, yang menggambarkan budaya hidup berdampingan dalam perbedaan. 

Hal tersebut disampaikan Bupati Wonosobo Afif Nurhidayat saat menyampaikan menerima tim Penilaian Kabupaten/Kota Ramah Hak Asasi Manusia oleh KOMNAS HAM RI di Pendopo Bupati, Selasa (24/6/2025).

Jelas Afif, Sejak 2013 pemerintah daerah secara konsisten membangun ekosistem yang mendorong lahirnya kebijakan dan program yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar warga. Wonosobo Ramah HAM bukanlah narasi yang dibangun dari atas, melainkan tumbuh dari partisipasi aktif masyarakat, ruang dialog, dan tindakan nyata yang mencerminkan komitmen terhadap keadilan dan kesetaraan bagi semua.

“Kekuatan sosial inilah yang menjadi fondasi utama dalam membangun berbagai inisiatif berbasis HAM di Wonosobo. Dalam rentang dua belas tahun, berbagai langkah telah kita tempuh, yang bukan sekadar regulasi administratif semata, melainkan refleksi dari keberpihakan nyata pada kelompok rentan dalam bentuk kebijakan yang membawa perubahan langsung bagi kehidupan masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Wonosobo telah membuktikan melalui berbagai kebijakan berperspektif HAM yang berdampak luas dan terukur, antara lain Transformasi Ruang Publik yang Inklusif, Penanggulangan kemiskinan, Pendidikan inklusif, Zero Stunting dan Wonosobo Open Defecation Free (ODF). Juga ada Gerakan Peduli Lansia, Penguatan Kabupaten Layak Anak, dan Pelayanan publik yang lebih terbuka dan responsif.

“Kami menyadari bahwa membangun daerah tidak hanyasoal infrastruktur dan angka-angka statistik, tapi juga memastikan bahwa setiap warga, tanpa terkecuali, merasa dihormati, dilindungi, dan dipenuhi hak-haknya. Oleh karena itu, kami membuka diri terhadap segala masukan, evaluasi, dan arahan dari Komnas HAM agar upaya kami semakin bermakna dan berkelanjutan,” imbuh Afif.

Penilaian ini, bukan semata sebagai indikator administratif, tetapi sebagai refleksi dalam mengarusutamaan prinsip-prinsip HAM dalam seluruh aspek pembangunan, mulai dari akses pendidikan, kesehatan, perlindungan terhadap kelompok rentan, pelayanan publik, hingga pemberdayaan masyarakat.

Dengan kunjungan KOMNAS HAM ini, Afif berharap dapat memberikan manfaat positif bagi masyarakat Wonosobo, sebagai pengakuan atas capaian dan momentum memperkuat komitmen bersama dalam membawa semangat baru memperjuangkan masyarakat yang bermartabat, setara, dan berdaya.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM RI sekaligus Ketua Tim Penilaian Kabupaten/Kota Ramah HAM, Anis Hidayah, menyampaikan bahwa hingga saat ini belum terdapat metode tunggal yang mampu mengukur secara menyeluruh dan berkelanjutan tingkat kepatuhan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia. Oleh karena itu, Penilaian HAM menjadi langkah strategis untuk menilai sejauh mana pelaksanaan HAM oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, hingga sektor korporasi, dilakukan secara konsisten dan terukur.

“Penilaian HAM ini merupakan bagian dari program Prioritas Nasional tahun 2024–2025 yang telah disetujui oleh Kementerian PPN/Bappenas. Kami menyusun pedoman sebagai alat ukur yang terstandar guna menilai implementasi prinsip-prinsip HAM, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik dan kebijakan pembangunan,” jelas Anis.

Ia mengapresiasi langkah-langkah Pemerintah Kabupaten Wonosobo yang dinilainya sebagai salah satu contoh nyata keberhasilan mengintegrasikan prinsip-prinsip HAM dalam tata kelola daerah.

“Wonosobo adalah laboratorium pembangunan sosial berbasis HAM. Inovasi kebijakan, program inklusif, hingga penguatan nilai-nilai toleransi di akar rumput menjadi buktinyata,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Anis menjelaskan bahwa penilaian HAM dilakukan dengan metode mix-method, yakni pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penilaian diawali dengan studi kebijakan, dilanjutkan dengan verifikasi lapangan selama tiga hari ke depan, mencakup kunjungan ke Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun organisasi masyarakat sipil.

“Terdapat empat aspek utama yang menjadi fokus penilaian, yaitu: hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, dan hak atas pangan. Keempatnya merupakan hak-hak dasar yang menjadi fondasi bagi pemenuhan hak-hak lainnya,” imbuh Anis.

Dalam penilaian ini juga diterapkan empat prinsip utama HAM dalam ranah ekonomi, sosial, dan budaya, yaitu: universalitas, tidak dapat dibagi-bagi, saling bergantung, dan non-diskriminasi. Prinsip-prinsip ini penting agar pembangunan benar-benar berorientasi pada martabat manusia secara menyeluruh.

Anis menegaskan bahwa penilaian ini bukan semata evaluasi, namun juga sarana apresiasi atas praktik baik yang telah berjalan serta mendorong penguatan di masa depan.

“Kami juga akan mengadakan sesi diskusi reflektif setelah proses verifikasi selesai, untuk bersama-sama mengidentifikasi area yang masih perlu diperkuat. Harapan kami, hasil dari penilaian ini bisa menjadi contoh dan inspirasi bagi daerah lain di Indonesia,” ungkapnya.

Adapun hasil akhir dari proses penilaian ini akan diumumkan pada 10 Desember 2025, bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional yang akan digelar di Jakarta.

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *