Kurangi Golput Pilpres, GP Ansor Jawa Tengah Bersama Kominfo Gelar Dialog Publik

 

Dalam kegiatan yang diikuti oleh 295 orang, terdiri atas 29 pimpinan cabang dan 266 pimpinan anak cabang GP Ansor se Jawa Tengah ini, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Komunikasi dan Informasi RI, Ismail Cawidu, menyampaikan pemerintah wajib membantu KPU dengan program sosialisasi dan edukasi penyelenggaraan pilpres, sebab pemilu merupakan salah satu ciri demokrasi bangsa berdasar UUD 1945. Semua pihak perlu memperkuat politik demokrasi, dimana ada tiga ciri pilar Indonesia yang perlu ditata yakni globalisasi, demokrasi dan pemilu.

Menurutnya, saat ini ada kekhawatiran beberapa pihak bahwa masyarakat mulai apatis dalam pemilu. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya partisipasi pemilih secara drastic, yakni tingkat partisipasi pemilih tahun 2004 pileg 84%, pilpres tahap I 79% dan pilpres tahap II 77%. Adapun tahun 2009 pileg 71% dan pilpres 73%. Hal tersebut menunjukkan bahwa angka golput 28% dengan jumlah 49,2 juta penduduk pada tahun 2009. 

Untuk itu pihaknya merasa perlu melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat, dengan meminta mereka tidak apatis dalam menggunakan hak politiknya, sebab hakekatnya politik itu menjadi arah penentu kebijakan negara.

Saat ini, maraknya kasus korupsi yang dilakukan kader Partai Politik, yang sebagian duduk sebagai anggota legislatif, membuat kebanyakan masyarakat taunya politik itu kotor. Padahal politik merupakan proses pemberdayaan sistem masyarakat yang baik.

Banyaknya golput, salah satunya dikarenakan alasan ideologi apatis dan tidak masuk DPT. Untuk itu di setiap kesempatan sosialisasi pihaknya selalu menekankan slogan “satu suara sangat berarti untuk bangsa” kepada masyarakat, termasuk slogan “nggak nyoblos ngak keren" pada generasi muda.

Senada hal tersebut, anggota komisioner KPU Jawa Tengah, Ikhwanudin, menyampaikan, acara seperti ini harus dimanfaatkan dengan baik oleh semua elemen masyarakat, sehingga bisa ikut menekan angka golput.  

Merujuk angka partisipasi pemilih di Jateng pada pemilu Pileg kemarin yakni 73,6% meningkat dari Pilgub 2013 yang hanya 60%, hal ini menandakan masih ada pemahaman politik di masyarakat yang cukup baik.

Maraknya pemilih yang acuh bahkan golput lebih besar, lebih karena belum adanya komunikasi dari 3 sisi, yakni komunikasi penyelenggara, peserta pemilu dan masyarakat pemilih harus sama-sama punya integritas.

Partai politik, selama ini dinilainya belum memberikan pendidikan politik yang baik. Ini dibuktikan dengan rekrutmen calon legislatif masih kurang efektif dan tidak transparan, sehingga masyarakat tidak berminat memilihnya, sehingga angka golputnya tinggi.

Untuk Pilpres 9 Juli nanti, Ikhwanudin menjelaskan bahwa syarat bisa mengajukan Calon Presiden adalah partai atau gabungan partai yang kursinya 20% atau 25% dari suara sah, sehingga diprediksi akan ada tiga pasang calon.

Sementara itu, Calon Anggota Legislatif (Caleg) asal GOLKAR yang terpilih menjadi anggota DPR RI periode 2014-2019 yang juga merupakan pengurus GP Ansor Pusat, Nusron Wahid, mengungkapkan, masih banyak pihak yang belum puas atas pelaksanaan pemilu 9 April kemarin, sehingga dibutuhkan solusi  pelaksanaan pemilu yang lebih transparan dan partisipatif ke depannya.

Kasus korupsi yang melibatkan tokoh partai, pimpinan pemerintah dan pengusaha juga menjadi pemicu golput. Ada kesan makna pemilu tidak merubah nasib orang. Ada orang yang frustasi dengan pemilu, gejala ini harus dibenahi bersama dengan cara pendidikan politik anti golput.

Untuk itu pihaknya berpesan kepada seluruh pengurus cabang GP Ansor se Jawa Tengah agar ikut menyampaikan ke masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas dengan memahami filosofi pilpres untuk cinta Indonesia, serta memahami visi, kapasitas, komitmen dan integritas para calon Presiden.

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *