LAGU “MODERNISASI DESA” SEMARAKKAN TEMU KADES DAN PERANGKAT DESA SE-KECAMATAN KALIWIRO
Lagu “Modernisasi Desa” ciptaan Ki Nartosabdo berkumandang penuh semangat dalam acara Temu Kades dan Perangkat Desa se- Kecamatan Kaliwiro pada Selasa, 22 September 2014 di Aula Kecamatan Kaliwiro. Acara yang digagas oleh Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Kaliwiro ini berjalan begitu ‘gayeng’ dengan peserta 200-an orang memenuhi Aula Kecamatan Kaliwiro. Dalam sambutannya di awal acara, Tukijo Ketua Paguyuban Kepala Desa Kecamatan Kaliwiro mengatakan bahwa terlaksananya pertemuan ini dilatarbelakangi oleh sebuah kesadaran bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah memberikan otonomi penuh kepada Desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri diperlukan kesiapan aparatur Pemerintah Desa baik kesiapan mental, pengetahuan, keterampilan dan seluruh faktor pendukungnya.
Sekretaris Kecamatan Kaliwiro, Yusuf Hariyanto, dalam diskusi tersebut mengapresiasi kesiapan mental Aparatur Pemerintah Desa dalam rangka berbenah diri menyambut berlakunya Undang-Undang Desa yang baru. Kehadiran Seluruh Kepala Desa dan Perangkat Desa se-Kecamatan Kaliwiro dalam forum diskusi ini merupakan suatu pertanda bahwa mereka sangat siap untuk mengikuti dan melakukan perubahan. Kesiapan mental menjadi prasarat pokok dalam suatu perubahan. Pola pikir perangkat desa yang semula sekedar datang, ngobrol, merokok untuk kemudian pulang lebih awal dari jam kerja yang telah ditentukan sedikit demi sedikit sudah mulai terlihat perubahannya.
Lebih lanjut Yusuf menyampaikan bahwa jauh hari sebelum Undang-undang Desa disahkan, Ki Nartosabdo telah menggagas perlunya Modernisasi Desa. Cara pandang baru terhadap desa yang dulu selalu dianggap sebagai obyek atau sasaran pembangunan, sekarang dipandang sebagai subyek atau pelaku pemberdayaan masyarakat dimana warga desalah yang menentukan bagaimana arah politik, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Masyarakat desa adalah kekuatan yang memiliki auto aktivitas atau kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan prakarsa masyarakat itu sendiri, bukan sekedar melaksanakan perintah dari pemerintah di atasnya. Pendekatan-pendekatan yang mengedepankan penghargaan terhadap pendapat warga dalam menilai kekuatan – kekuatan hebat di lingkungannya untuk kemudian ikut terlibat dalam mencari cara mengembangkan kekuatan-kekuatan tersebut menjadi pendekatan yang harus diutamakan dalam upaya mengajak masyarakat untuk membangun desanya dari dalam desa itu sendiri.
Perjalanan otonomi desa sendiri telah mengalami pasang surut, yang sangat berpengaruh terhadap bagaimana desa harus dikelola, bagaimana penghargaan terhadap kekuatan-kekuatan yang dimiliki desa, bagaimana metode mengembangkan desa menjadi desa-desa yang maju dan mandiri. UU No 5 Tahun 1979 tentang Desa merupakan wujud perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap Desa. Sayangnya, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menempatkan desa hanya bagian kecil dari Pemerintahan Daerah yang berimplikasi pada pendekatan-pendekatan yang digunakan. Desa dianggap lemah, didominasi oleh elit, korup sehingga pendekatan yang digunakan memperlakukan desa secara seragam. Kearifan lokal yang dimiliki desa nyaris tak memiliki ruang untuk berkembang. Begitupun pandangan bahwa desa itu identik dengan ketidakmampuan menuntun pada sebuah pendekatan bahwa desa perlu diberi bantuan dari pusat. Meski dalam pelaksanaannya jumlah bantuan yang begitu besar dari pusat sering sampai di desa tinggal berupa tetesan-tetesan saja.
Paradigma baru muncul lagi dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memiliki semangat untuk menghargai desa sebagai sebuah entitas yang unik dan memiliki modal kekuatan yang sangat besar baik kekuatan sumber daya manusia, sumber daya alam, kekuatan sosial, politik dan budaya. Pendekatan yang berbasis kearifan lokal dengan mengedepankan pengembangan kekuatan-kekuatan yang dimiliki desa seharusnya menjadi andalan dalam mempersiapkan ‘ubarampe’ pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Camat Kaliwiro, Edy Haryanto, SH menekankan agar paguyuban Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kadus, Kaur yang telah ada untuk saling bekerjasama, tidak berjalan sendiri-sendiri. Seluruh organisasi baik formal maupun informal harus ditujukan kepada pencapaian kepentingan penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang diabdikan untuk kemajuan dan kemandirian desa.
Diakhir diskusi diperoleh rangkuman pendapat para peserta diskusi bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Desa yang baru perlu sosialisasi secara detail tentang aturan-aturan pengelolaan pemerintahan desa utamanya bimbingan teknis tentang penatausahaan keuangan, keterampilan dalam perencanaan serta wawasan tentang bagaimana membangun desa yang maju dan mandiri.
Para peserta juga sangat mengharapkan ada prioritas untuk pembangunan fisik jalan di desa dan dusun-dusun terpencil karena baik buruknya kondisi fisik jalan sangat mempengaruhi kelancaran perekonomian warga. Prioritas lainnya adalah Desa Sehat, Desa Pintar dan Desa Produktif dengan keamanan, kenyamanan dan ketertiban yang terjaga.
Dalam pelaksanaannya nanti, desa berharap kepastian bahwa dana untuk desa tidak sampai bocor atau dikorupsi. Karenanya perlu pengawasan yang ketat dari semua pihak, pendampingan yang telaten dari Kabupaten maupun Kecamatan. Kebocoran dan ketidakberesan pelaksanaan UU Desa tidak perlu dikhawatirkan lagi manakala seluruh pihak yang terlibat dalam pengelolaan dana memiliki rasa iman yang kuat sehingga takut dan malu apabila melanggar aturan. Kesadaran bahwa setiap saat kita diawasi oleh Tuhan Yang Maha Esa inilah yang harus terus-menerus disampaikan dan dibudayakan.
0 Komentar