Menggunakan Alat Tari Inklusif Untuk Anak Tuli, Siap Tampil Di Jambore Nasional 2025

Wonosobo mendapat kehormatan sebagai lokasi perdana pilot project nasional program Inkubasi Teknologi Berbasis Budaya, yang diinisiasi oleh Direktorat Pemberdayaan Nilai Budaya dan Pelindungan Hak Kekayaan Intelektual, Kementerian Kebudayaan RI.
 
Program ini berfokus pada pengembangan teknologi yang mendukung aksesibilitas budaya bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu inovasi utama berupa gelang yang bergetar sebagai penanda ketukan musik untuk alat bantu tari penyandang disabilitas Tuli, dengan nama Pragati.
 
Dosen teknologi BINUS Jakarta, Julius Denny Prabowo, Senin, (11/08/2025), dalam keterangannya menyampaikan, alat yang dikembangkan bersama pengusaha mekatronika Reza Pahlevi. Perkenalan mereka bermula saat bertemu di ajang Kemah Budaya Kaum Muda (KPKM) yang diselenggarakan oleh Dirjen Kebudayaan.
 
“Anak-anak Tuli juga punya hak untuk menari dan mengekspresikan diri. Dengan Pragati, anak-anak cukup merasakan getaran di tangan sebagai sinyal berpindah gerakan, tanpa harus terus-menerus melihat instruktur di bawah panggung,” jelasnya.
 
Menurut Denny, alat ini tidak menggantikan proses pembelajaran tari yang selama ini dilakukan secara manual oleh guru. Namun, Pragati hadir sebagai pendamping yang membuat anak-anak lebih mandiri, tidak tergantung pada kode visual atau tanda isyarat dari guru ketika tampil.
 
Meski masih dalam bentuk prototipe, Mereka berharap Pragati ke depan dapat diproduksi massal dengan harga terjangkau, sehingga bisa digunakan oleh lebih banyak anak-anak berkebutuhan khusus di seluruh Indonesia.
 
“Kuncinya adalah menjadikan alat ini murah, praktis, dan mudah digunakan. Karena inovasi budaya tidak boleh hanya dinikmati oleh segelintir orang,” ujar Julius Denny.
 
Lebih lanjut Ia menegaskan, kolaborasi antara teknologi, pendidikan, dan seni ini menjadi salah satu contoh terbaik dari upaya menghadirkan keadilan budaya. 
“Wonosobo, sekali lagi, membuktikan diri sebagai daerah yang bukan hanya menjaga tradisi, tetapi juga mendorong transformasi budaya yang inklusif dan progresif,” pungkasnya.
 
Sementara itu, pelatih tari yang telah mendampingi anak-anak Dena Upakara sejak 1992, Mulyani menambahkan, sebanyak 10 anak terpilih, lima dari masing-masing sekolah telah menjalani latihan intensif selama lebih dari tujuh bulan. Mereka akan tampil dalam penutupan Jambore Nasional di Cibubur pada 18 Agustus 2025, membawakan tari berjudul “Ginanjar Mulyo”, sebuah karya yang berakar dari tradisi tari Lengger dengan filosofi luhur, terlahir untuk hidup mulia.
 
“Anak-anak ini bukan hanya menari, tapi juga menyampaikan makna dan rasa. Saya ingin membuktikan bahwa mereka istimewa dan pantas tampil di panggung tertinggi,” ujar Mulyani.
 
Sebelum adanya Pragati, anak-anak biasanya memusatkan perhatian pada instruktur di pinggir panggung untuk tahu kapan harus berganti gerakan. Cara ini rentan kesalahan, dan menyita konsentrasi serta ekspresi anak.
 
“Saya pernah lupa memberi isyarat saat tampil, dan itu merusak alur gerakan anak-anak. Dengan alat ini, mereka bisa tahu sendiri kapan waktunya bergerak. Hasilnya jauh lebih ekspresif dan percaya diri,” ujarnya. 
 
Menurut Mulyani yang juga penerima Anugerah Kebudayaan Indonesia 2023, alat ini juga membuka peluang baru bagi sekolah-sekolah lain yang selama ini tidak memiliki pelajaran tari seperti Don Bosco, untuk ikut serta dalam pendidikan budaya secara lebih inklusif.
 
Kepala LKS-PD Dena Upakara, Sr Patricia PMY, menyambut baik program ini dan menyebutnya sebagai tonggak penting dalam penyediaan sarana belajar yang setara bagi anak Tuli.
 
“Kami sangat bangga Wonosobo dipercaya menjadi lokasi uji coba pertama. Ini bukan hanya soal alat bantu tari, tapi juga tentang keberpihakan dan perhatian terhadap anak-anak kami,” tandas Sr Patricia PMY.

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *