Muhammadiyah Minta MK Tolak Gugatan UU Pernikahan

Karena itu, tidak bisa didaftarkan secara Islam di Kantor Urusan Agama (KUA). "Saya mewakili ketua PP Muhammadiyah Din Syamsudin," terangnya.

Memang ada dalam salah satu ayat Al-quran bahwa lelaki muslim bisa menikahi perempuan ahli kitab, yang biasanya diartikan dari Kristen, Protestan, atau Katolik. Namun, sesuai keputusan Muhammadiyah, saat ini ahli kitab sudah tidak seperti pada zaman nabi Muhammad.

"Sebab, mengalami perubahan selama ini. Ahli kitab saat ini malah tidak sesuai dengan hukum Allah. Karena itu Muhammadiyah sendiri menolak untuk pernikahan dengan ahli kitab," terangnya.

"Ada satu masalah yang perlu diketahui, pernikahan beda agama dalam Islam artinya tidak sesuai hukum agama. Hal tersebut mengindikasikan perkawinan yang tidak berdasar agama justru melanggar pancasila. Tepatnya, pada alinea keempat UUD 1945 yang menyebut suatu susunan negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dan berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa," terangnya.

Karena itu, lanjut dia, Muhammadiyah meminta agar MK menolak permohonan pemohon secara keseluruhan. Apalagi, tidak ada pelanggaran hak azasi dalam UU perkawinan seperti yang didalilkan pemohon. "Kalau tidak, kami minta keputusan yang seadil-adilnya," jelasnya.

Sementara itu Kuasa Hukum Pemohon Uli Sihombing menuturkan bahwa tidak adanya pengaturan soal perkawinan beda agama membuat kekosongan hukum.

Sebab, dalam masyarakat sering kali terjadi perkawinan beda agama. "Pernikahan beda agama kerap terjadi, tapi ternyata tidak ada aturannya," paparnya.

Karena itu, seharusnya permohonan pemohon bisa diterima. Sehingga tidak ada lagi kekosongan hukum dalam soal perkawinana beda agama. "Kami meminta agar MK menerima permohonan pemohon secara keseluruhan," jelasnya.

Sementara itu Ketua MK Hamdan Zoelva menuturkan, semua keterangan dari saksi dan ahli akan dipertimbangkan hakim. Nantinya, akan ada rapat pleno untuk keputusdan MK terkait gugatan uu perkawinan soal beda agama ini. "Sidang dilanjutkan pekan depan," terangnya.

Bagian lain, setelah persidangan salah satu pemohon Rangga Sujud Widigda menjelaskan, pihaknya bukan meminta legalisasi perkawinana beda agama, namun memperjuangkan hak menafsirkan sebuah penikahan sah atau tidak.

"Misalnya pegawai catatan sipil yang punya kewenangan melebihi ulama," tuturnya.

Perlu diketahui, gugatan tersebut dilakukan oleh lima mahasiswa hukum Universitas Indonesia, yakni Rangga, Damian, Agara Yuvens, Varida Megawati Simarmata, Luthfi Sahputra, dan Anbar Jayadi.

 

Sumber : jpnn.com

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *