Pemkab Wonosobo Apresiasi Pembongkaran Mandiri Bangunan Liar Di Atas Saluran

Pemerintah Kabupaten Wonosobo memberikan apresiasi atas langkah sadar dan sukarela salah satu warga yang membongkar bangunan liar miliknya. Pembongkaran dilakukan secara mandiri pada Selasa (20/5/2025) setelah adanya desakan dari berbagai pihak dan peninjauan dari pemerintah daerah.
 
Sekretaris Daerah Kabupaten Wonosobo, One Andang Wardoyo, yang turut meninjau langsung proses pembongkaran di atas saluran Sungai Wangan Aji, Kelurahan Kalianget, Wonosobo menyatakan, langkah ini menjadi contoh positif dalam penegakan aturan tata ruang dan pengelolaan ruang publik.
 
“Dia menyadari bangunannya melanggar aturan dan membahayakan orang lain, sehingga kemarin melapor kepada saya dan menyatakan siap membongkar sendiri, kesadaran ini tentu sangat kami apresiasi,” ujar Andang.
 
Dijelaskannya, bahwa bangunan yang didirikan di atas saluran sungai tidak hanya melanggar tata ruang, tapi juga sangat berisiko menimbulkan bencana seperti banjir dankecelakaan lainnya. Untuk itu, saat ini Pemkab terusmenjalin komunikasi dengan pemilik bangunan liar lainnyayang berada di garis sempadan sungai maupun jalan, untuk membongkarnya. Karena berdasarkan data, tercatat adasekitar 140 titik bangunan liar di sepanjang aliran Sungai Wangan Aji.
 
“Pemerintah harus tegas, tapi juga bijak, jangan sampai ketegasan tidak disertai kebijakan, atau sebaliknya. Harus ada keseimbangan agar semua pihak bisa menerima keputusan ini dengan baik,” jelasnya.
 
Andang juga menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan bagi pelanggaran tata ruang yang belum ditindak. Ia berharap langkah sukarela dari pemilik bangunan ini bisa menjadi contoh bagi warga lainnya.
 
Pemkab Wonosobo juga mengingatkan masyarakat untuk mematuhi aturan tata ruang, khususnya tidak membangun di lahan milik pemerintah atau yang berpotensi mengganggu keselamatan umum. Pemerintah membuka ruang komunikasi dan solusi, termasuk dengan menyediakan tempat usaha alternatif di pasar-pasar yang masih memiliki banyak kios kosong.
 
“Kalau sungai tersumbat karena bangunan liar dan menyebabkan banjir, pemilik bisa dituntut karena menimbulkan kerugian bagi orang lain, sama halnya kalau bangunan menyebabkan kecelakaan karena menutup pandangan,” pungkasnya.
 
Sementara itu, dari pantauan lapangan, proses pembongkaran dilakukan oleh pemilik secara mandiri menggunakan alat berat. Proses pembangunan betonisasi kurang lebih tiga bulan itu semula direncanakan sebagai ruko dan mushola, dengan nilai betonisasi mencapai Rp 200 juta. Namun, sebelum pembangunan mencapai tahap lanjut, pemilik memilih membongkarnya secara sukarela.
 
Sukirman, perwakilan dari pihak pemilik yang turut mengawal proses pembongkaran mengatakan, keputusan pembongkaran merupakan inisiatif langsung dari pemilik.
 
“Saya hanya ditugaskan mendampingi sopir alat berat, jadi tidak tahu persis alasannya, tapi ini murni keinginan pemilik sendiri,” ujarnya.

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *