Potensi Pungli dalam Penerimaan Siswa Baru Capai 28 Miliar

 

Menurut Budi jika jumlah pungutan liar tersebut dikalikan dengan jumlah penerimaan siswa baru yang mencapai 300 orang/tahun/sekolah, maka diduga pungli selama pelaksanaan PPDB tahun 2014 mencapai Rp 28.187.550.000.

Bahkan, Budi mengatakan di Medan, Sumatera Utara saja ditemukan total pungli terkait penerimaan siswa didik baru tahun 2014, mencapai Rp 6,4 miliar. "Contoh saja, di SMA Negeri 1 Medan, ditemukan kuota penerimaan 494 siswa tetapi yang diterima 660 siswa. Ditambah, ada pungutan melalui komite sekolah yang disebut sebagai uang isidentil dengan besaran Rp 3 juta sampai 4 juta," ungkapnya.

Menurut data Ombudsman tersebut modus mayoritas yang ditemukan ataupun dilaporkan adalah pungutan liar (pungli) yang banyak dilakukan oleh panitia PPDB yaitu 59 persen. Diikuti pungutan tidak resmi oleh Kepala Sekolah sebanyak 22,90 persen dan Komite Sekolah sebanyak 16,90 persen. "Bahkan juga dilakukan oknum guru sebanyak 1,2 persen," sambungnya.

Dalam hal ini Budi secara tak langsung pesimistis bahwa pungutan liar akan bisa dihapus dari proses penerimaan siswa didik baru. Mengingat, kata dia, ada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No.44/2012 per tanggal 28 Juni 2012 yang mengatur perihal pungutan dan biaya administrasi dalam penerimaan siswa didik baru.

Apalagi, jelas disebutkan dalam Pasal 17 Permendikbud No.44/2012 mencabut peraturan sebelumnya, yaitu Permendikbud No.60/2012 yang melarang mengenai pungutan dalam penerimaan siswa didik baru. Oleh karena itu, secara tidak langsung perihal pungutan memang disahkan oleh Kementerian Pendidikan itu sendiri. "Peraturan ini dipakai oleh oknum-oknum tertentu untuk melegalkan pungutan," ujarnya. 

 

Ada 249 Kasus Penyimpangan Penerimaan Siswa Baru

JAKARTA - Provinsi Lampung tercatat paling tinggi terjadi kasus dugaan maladministrasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2014 yaitu 8 persen dari 249 kasus secara nasional. Jumlah ini berdasarkan hasil pemantauan dan pengawasan yang dilakukan Ombudsman RI di 32 provinsi.

"Kalau dulu yang paling tinggi Jawa Barat. Sekarang justru di Lampung," ujar Anggota Ombudsman bidang Penyelesaian Laporan Pengaduan, Budi Santosa dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis, (9/10).

Setelah Lampung, tercatat provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebanyak 6,8 persen, provinsi Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Banten masing-masing 6,4 persen. Disusul oleh Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Selatan masing-masing 6 persen.

Berikutnya, Provinsi Riau 4,8 persen, disusul Aceh dan Bali masing-masing 4,4 persen. Di Provinsi Papua sebanyak 4 persen, diikuti oleh Jambi dan Kalimantan Barat 3,6 persen. Diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah, Maluku Utara, Maluku, Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah masing-masing sebanyak 2,8 persen.

Seementara itu di Gorontalo, Yogyakarta dan Kalimantan Tengah sebanyak 2 perrsen. Di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Barat sebanyak 1,6 persen. Terakhir di DKI Jakarta dan Kalimantan Timur 1,2 persen dan Jawa Barat 0,4 persen.

Menurut Budi, pelaku dugaan penyimpangan ini pun bervariasi secara nasional.  Yaitu Panitia PPDB sebanyak 53,2 persen, diikuti kepala sekolah sebesar 19,1 persen. "Lainnya Dinas Pendidikan sebanyak 14,9 persen, Komite Sekolah sebesar 9,8 persen dan oknum guru sebesar 2,6 persen," tandas Budi.

 

Sumber : jpnn.com

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *