Calon Pengantin Akan Diwajibkan Jalani Tes HIV

 

Bila sebelumnya para calon pengantin hanya diwajibkan untuk imunisasi TT demi mencegah terjangkitnya calon pengantin dari penyakit tetanus, maka kelak mereka juga akan diminta untuk menjalani tes psikologi dan tes HIV. Dengan tes HIV tersebut, akan diketahui apakan masing-masing calon pengantin tersebut bebas dari virus mematikan yang menyerang sistem kekebalan tubuh itu, atau tidak. Sedang tes psikologi, diwajibkan untuk mengetahui potensi diri calon  pengantin, apakah mereka memiliki kecenderungan untuk melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) atau tidak. Menurut Aina, dengan telah terjadinya beberapa kasus KDRT yang mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga dan membawa dampak negatif terhadap psikologis anak, maka upaya pencegahan tersebut mendesak untuk dilakukan. Demikian pula untuk kasus HIV/AIDS, yang saat ini sudah masuk ke tahap mengkhawatirkan. Adanya bayi yang terpapar HIV dari orang tuanya membuat pihaknya merasa perlu melakukan langkah yang antisipatif.

Rencana Aina tersebut, mendapat apresiasi positif dari Ketua TP PKK Kendal, Ny Afifah Muh Mustamsikin dan Ketua TP PKK Kulonprogo, dr Dwikisworo Setyowireni SpA(K). Keduanya secara kompak mengaku tak salah menjadikan TP PKK Kabupaten Wonosobo sebagai objek studi banding, mengingat telah demikian majunya pemikiran maupun kegiatannya. Baik Aififah yang bermaksud mempelajari kiprah Posyandu Grugu yang berhasil meraih predikat terbaik se-Jateng, maupun Dwikisworo yang ingin belajar Sistem Informasi Manajemen (SIM) PKK, meyakini akan ada banyak hal yang dapat dipelajari lebih mendalam di TP PKK Kabupaten Wonosobo, untuk kemudian diterapkan di daerah masing-masing.

Selain mendapat apresiasi dari kedua TP PKK, rencana Aina untuk mewajibkan tes HIV/AIDS bagi calon pengantin juga mendapat tanggapan dari Ketua Wonosobo Youth Center, Jaelan. Menurut pria yang juga menjabat sebagai Kepala Seksi Pemberantasan penyakit Dinas Kesehatan itu, kebijakan mewajibkan calon pengantin untuk tes HIV sah dilakukan sepanjang itu untuk melindungi bayi dari resiko penularan HIV/AIDS. Namun, pihaknya berharap kebijakan tersebut tidak ditujukan untuk membatalkan perkawinan bila akhirnya hasil tes menunjukkan salah satu atau bahkan keduanya mengidap HIV/AIDS. Menurut Jaelan, dengan teknologi terkini, baik pasangan maupun bayi hasil hubungan keduanya tetap bisa dipertahankan untuk tidak tertular. Hal tersebut akan berbeda bila masing-masing calon tidak mengetahui kondisi sebenarnya pada saat pra nikah.

 

 

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *