Wonosobo Jadi Model Nasional Pembangunan Desa Berbasis Masyarakat

 

Menurutnya pembangunan perdesaan di Wonosobo sangat ideal, karena sudah melibatkan partisipasi langsung masyarakat, mulai dari perencaaan, pelaksanaan sampai pada pengelolaannya. Program dengan model bottom up atau dari bawah ke atas, diyakininya dapat menjadi dasar keberhasilan sebuah program yang dijalankan, sebab pemegang kunci pembuka keberhasilan seluruhnya ada di tangan masyarakat sendiri.

Awalnya ia hanya mendengar informasi, bahwa Wonosobo menjadi kabupaten di Jawa Tengah yang paling serius dalam mengembangkan program tata ruang berbasis komunitas yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Setelah ia bersama 4 rekannya selama 2 hari di Wonosobo meninjau langsung ke desa Sembungan dan Bomerto, barulah ia bisa melihat secara utuh partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan kearifan lokal masyarakat setempat. Di desa Sembungan ia melihat langsung budaya gotong royong dikembangkan warga untuk mengelola sektor pariwisata menjadi modal penggerak ekonomi warga, sedang di Bomerto budaya rembug desa menjadi awal perencanaan program PLPBK sekaligus budaya gotong royongnya sebagai alat utama pelaksanaan program.

Informasi dari Wonosobo ini akan ia bawa ke pusat untuk dikoordinasikan dengan pihak terkait seperti Kementerian PDT dan Transmigrasi maupun Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, sehingga konsep pembangunan partisipatif dengan mengedepankan kearifan lokal ala Wonosobo bisa diterapkan secara nasional, sehingga program pengentasan kemiskinan di Indonesia bisa berjalan dengan baik.

Menurutnya pembangunan partisipatif juga berkaitan erat dengan pembangunan sumber daya manusia perdesaan, sebab disini mereka dituntut belajar dan berpikir, mendesain sebuah konsep yang bisa dijalankan di desanya sekaligus menjadi aktor pelaksanannya, sehingga hal ini bisa ikut memacu tumbuhnya ide-ide kreatif masyarakat yang berujung pada peningkatan kapasitas mereka. Dan jika pembangunan SDM-nya sudah baik, maka kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat dengan sendirinya.

Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Wonosobo, Nurudin Ardiyanto, mengungkapkan pihaknya sengaja memilih Desa Bomerto bersama desa Sariyoso sebagai pilot project program PLPBK, berdasar hasil evaluasi program PNPM-MP, yang menyebutkan bahwa 31% dari total jumlah pendudukanya masih mengalami kemiskinan. Setelah ditinjau, salah satu penyebabnya adalah kurangnya sarana prasara dan infrastruktur desa, termasuk permukiman warga yang padat kumuh, sehingga membatasi aktivitas warga di desa yang sebenarnya memiliki berbagai potensi yang belum dikembangkan, seperti sumber air bersih yang melimpah, lahan yang masih cukup luas serta potensi pariwisata air terjun Perawan Kembar Si Aren dan air terjun Salang Gumun.

Kepala Desa Bomerto, Sukron Makmun, mengungkapkan program ini awalnya digagas dengan menjaring aspirasi masyarakat, dengan melihat kebutuhan apa yang sebenarnya menjadi prioritas bagi pembangunan di desa Bomerto untuk segera mengentaskan kemiskinan warganya.

Tahap awal perencanaan dimulai dengan membentuk Tim Inti Perencanaan Pembangunan yang beranggotakan warga setempat dari berbagai profesi dan latar belakang pendidikan. Dari rembug warga diputuskan 15 prioritas program PLPBK desa Bomerto, yakni pembangunan infrastruktur berupa jalan utama dusun, drainase, talud dan gapura, pembangunan tempat pengolahan sampah terpadu, pembangunan kandang komunal, rehab rumah tidak layak huni, pembangunan septictank komunal, balai RW dan perpustakaan, pengelolaan wisata, baik wisata budaya, wisata alam,  dan wisata edukasi dengan membangun kolam renang, wahana bermain anak dan sanggar seni, kegiatan peningkatan kapasitas SDM berupa pelatihan Home Industri termasuk pelatihan pengolahan hasil pertanian desa, pelatihan pertanian, pelatihan peternakan, pelatihan perikanan dan pelatihan perbengkelan, pembangunan TPQ, pengembangan jaringan air bersih, pembuatan penerangan jalan, pembangunan Mushola, pengembangan TK dan PAUD, pembuatan Base Camp pendakian ke Gunung Kembang dan Sindoro serta pembentukan BUMDes/Dus berbentuk Koperasi yang saat ini masih dalam proses mencari bentuk.

Sasaran jangka pendek, pihaknya menyiapkan program unggulan penataan ruang 100-0-100, yakni tercapainya 100 % kebutuhan air bersih bagi warga, nihil atau 0 jumlah rumah tak layak huni dan tercapainya 100 % sanitasi lingkungan.

Jika tahun ini ke 15 prioritas program tidak bisa diselesaikan, akan dilanjutkan tahun depan, sampai semua terwujud di tahun 2018, melalui skema kerjasama dengan multipihak seperti Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten, CSR dunia usaha, LSM dan kelompoka peduli lainnya. Untuk itu, dalam program ini, masyarakat desa juga dilatih entreprenurship, sehingga mereka bisa menjual program pembangunan kawasan  prioritas yang pada ujungnya bisa mengentaskan kemiskinan di desa Bomerto dan mewujudkan desa ini sebagai desa wisata.

 Selama hampir 7 bulan sejak program ini digulirkan, program PLPBK berhasil mewujudkan tata lingkungan permukiman di desa Bomerto yang nyaman, aman, sehat dan produktif yang dilaksanakan secara partisipatif oleh seluruh elemen masyarakat, Pemerintah desa, Pemerintah Daerah dan kelompok peduli lainnya. Menurutnya 40% proses pembangunan berasal dari swadaya masyarakat, sisanya berasal dari bantuan Pemerintah dan swasta.

 

 

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan tanda *